re:act (IAI & URDI) Post Tsunami Disaster Response in Dusun Diwai Makam Banda Aceh

re:act (IAI & URDI) Post Tsunami Disaster Response in Dusun Diwai Makam Banda Aceh
"Balle"Gampong Diwai Makam (build by re:act and community)

Senin, 23 Maret 2009

Musrenbang...ohh....musrenbang (sekelumit catatan harian tentang Partisipasi vs Pembangunan)

Seminggu belakangan ini terasa pening juga kepalaku, terngiang-ngiang di kepala celetukan dan gurauan salah seorang Geuchik (read: Lurah di Aceh) di Pesisir Barat Aceh 2 tahun lalu, beliau komentar tentang Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) waktu itu. Dan, sekarang ini Musrenbang tahunan datang kembali, karena memang sudah siklusnya seperti itu.

Sebut saja namanya Geuchik Dien, begini katanya...."Jon..... ini apalagi??.... Muresbang...muresbang terus... Memangnya masyarakat makan Muresbang apa?.. tahun kemarin sudah kita usul sepuluh Program, jangankan semua yang disetujui, satu pun tak ada kabar berita rimbanya.... (tentunya dengan semangat yang berapi-api, sambil meyeruput segelas kopi Aceh yang luar biasa nikmat, beliau menyambung perkataannya).... buat apa muresbang-muresbangan lagi!!... ga ada gunanya!"

Waduh.... (langsung terucap dalam hati, sambil mengurut-ngurut dahi) terus mengamati rona muka Geuchik Dien, yang merah terbakar, karena beliau seorang Nelayan Tangguh, serta tipikal Pemimpin Masyarakat yang menjaga kuat amanah warga yang menunjuk beliau menjadi Pemimpin Gampong (read: Desa di Aceh).

Tak mau kalah dengan Pak Geuchik, aku pun ikut menyuruput seteguk kopi Arabika terbaik Pulau Andalas tersebut, sambil tertawa-tawa kecil karena melihat dan mendengar Pak Geuchik mengatakan dengan semangat yang berapi-api kata Muresbang, yang terdengar agak lucu, dan unik ditelinga--karena seharusnya Musrenbang--.

Aku tidak tahu apa bahasa ilmiahnya/terminologinya. Aku coba saja dengan istilah Partisipasi VS Perencanaan (Pembangunan). Ini fenomena yang unik, saling mengisi tetapi bertolak belakang, saling menekan tetapi ingin keleluasaan, saling berhimpitan tetapi ingin kelapangan.

Kenyataannya, kita berteriak-teriak masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pembangunan, Good Governance harus diwujudkan, harus tercipta hubungan harmoni antara Government, Community dan Citizen --begitu yang sering aku dengar dari setiap seminar/workshop, atau dari mulut aktivis LSM Nasional maupun Internasional--.

Tapi, bila kita lihat disisi yang lain, masyarakat (mulai) apatis dalam mewujudkan proses partisipasi tersebut (musrenbang). Apa dikata, ini adalah suatu proses, dan proses itu pastinya panjang, mengingat kita ini adalah negara berkembang. Yang selalu mencari2 bentuk yang cocok sampai berhenti pada titik yang relatif stabil.

Seperti kita ketahui, awal tahun merupakan titik awal bagi Pemerintah Daerah untuk memulai lembaran baru dalam menyusun rencana tahunannya. Dimulai (seharusnya) dengan menyusun Rancangan Awal RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses Musrenbang.

Musrenbang adalah proses partisipatif dalam siklus tahunan daerah, tidak bisa disangkal, karena diamanatkan dalam UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Ini merupakan "menu wajib" bagi Pemerintah Daerah (Bappeda), dengan tahapan panjang yang dilalui mulai dari Musrenbang tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, sampai dengan Kabupaten/Kota (untuk daerah tingkat II) dan dilanjutkan ke Musrenbang Provinsi (Tingkat I), diakhiri pada Musrenbang Nasional (Tingkat Nasional).

Ini baru Musrenbang Tahunan Daerah, Provinsi dan Nasional, belum lagi Musrenbang RPJMD, RPJPD, RTRW. Dan, ditambah lagi dengan jenis-jenis Musrenbang lainnya, versi yang berbeda tetapi dengan isi yang tidak jauh berbeda, dibungkus dengan label-label proyek-proyek pemberdayaan masyarakat. Seperti P2KP, PPK, PNPM, P2DTK, dll. Terpikir dalam hati, wahhh..makin banyak saja Musrenbang yang harus dilakukan masyarakat, tentunya dalam upaya mewujudkan Partisipasi Masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Apabila kita melihat siklus tersebut, sangat nyata bahwa proses partisipasi terbuka lebar bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah --bisa dibayangkan proses partisipatifnya, dari tingkat Desa s/d Nasional--, tinggal kualitas teknis pelaksanaannya saja yang perlu dijaga bersama.

Jika menilik pada proses tersebut, aku coba menganalogikannya seperti ini, Perencanaan dan Pembangunan Tahunan Daerah seperti sebuah massa kubus besar, yang terbentuk dari massa-massa kubus kecil, dan Musrenbang adalah salah satu masa dari kubus kecil tersebut. Hilang satu maka bentuk kubus besar tidak akan sempurna.

Ada beberapa hal yang krusial yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Musrenbang ini, diantaranya; (1) Kualitas Delegasi/Perwakilan Masyarakat, CSO, dll;
(2) Kualitas Facilitator dari Pemerintah Daerah;
(3) Metoda jaring aspirasi dan prioritisasi usulan yang digunakan;
(4) Kebijakan yang berubah-ubah, mis; tentang form yang digunakan;
(5) Berapa besar sumber dana (APBD) yang dikeluarkan dalam melakukan proses ini?. Matematisnya adalah seperti ini, berapa biaya 1 orang peserta?, 1 Kelurahan/Desa berapa pesertanya? 1 Kecamatan berapa Desa/Kelurahan?, 1 Kabupaten/Kota Berapa Kecamatan?, kita ada berapa propinsi, dst. Aku coba ambil contoh saja di Kab. Aceh Besar, disana ada 600 lebih Gampong atau Desa, kita kali saja 1 Musrenbang Desa=Rp.1jt. total Musrenbang Desa=Rp.600jt. Belum lagi Musrenbang Kecamatan (disetiap kecamatan dilakukan), Kab/Kota, dst.
(6) dst.--tak disangka banyak juga ternyata--

Akhirnya, kalau boleh meminjam tangganya Arnstein (1969:217) tentang Partisipasi, dimana beliau membagi tangga partisipasi menjadi 8 tingkatan, yaitu; tangga 1 dan 2, Manipulation dan Therapy (masuk dalam kelompok nonparticipation), tangga 3 s/d 5, Informing, Consultation, Placation (kelompok tokenism) dan tangga terakhir 6 s/d 8, Partnership, Delegated Power dan Citizen Control (kelompok Citizen Power). lalu, timbul pertanyaan sudah sampai ditangga manakah proses Partisipasi tersebut telah kita capai (?).

Wahhh.... Geuchik Dien ternyata buat aku ngelantur saja, baru Musrenbang sudah pening kepalaku ini. Apalagi bicara tentang Pembangunan Kota dan Desa, dengan PRA, RRA, CAP, CBDR, CBDRR... dst, tentang partisipasi masyarakat tentunya. Maklum negara berkembang.. heheheee ... (alasan saja). Bgm menurut yang lainnya?

Senin, 11 Agustus 2008

PENDEKATAN PROSES PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

STUDI KASUS:

PENDEKATAN PROSES PARTISIPATIF DALAM PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN (RPJMK) KAB ACEH JAYA, ACEH BARAT DAN NAGAN RAYA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Jony CHANDRA, ST [1]

Planning Specialist West Coast – Aceh Regional Office, LGSP-USAID Meulaboh-Aceh Regional Office[2]

jchandra@lgsp.or.id, jonychandra@gmail.com

UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (direvisi menjadi UU No.12/2008), dan UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh --sekedar untuk menyebut sebagian-- seluruhnya mengamanatkan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mulai dari tahap perencanaan hingga ke pelestarian hasil-hasilnya. Pengalaman Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Nagan Raya paska Pilkadasung (Pemilihan Kepala Daerah Langsung) 11 Desember 2006 memberikan pelajaran penting betapa benarnya amanat tersebut. Visi dan misi kepala daerah terpilih harus dijabarkan menjadi visi dan misi Daerah yang dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota (RPJMK) 3 (tiga) bulan setelah dilantiknya kepala daerah. Proses Partisipatif menjadi salah satu bagian dari proses penyusunan dokumen RPJMK selain proses Teknokratis dan Proses Legislasi/Politis.

Proses penyusunan RPJMK di tiga kabupaten tersebut melibatkan secara intensif dan ekstensif masyarakat dan berbagai pihak lain di masing-masing wilayah. Proses partisipatif yang diamanatkan berjalan dengan cukup baik di tiga Kabupaten tersebut. Identifikasi stakeholders, jaring aspirasi isu dan harapan masyarakat, dan FGD (Focus Group Discussion) untuk setiap topik pembahasan agenda pembangunan serta Musrenbang RPJMK dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan lainnya. Dan juga tidak lupa melaksanaan Konsultasi Publik untuk Rancangan Akhir RPJMK sebelum disyahkan dalam bentuk Peraturan Bupati tentang RPJMK.

Dampaknya segera terlihat setelah RPJMK tersebut dilaksanakan. Merasa bahwa rencana pembangunan kabupaten adalah rencana milik bersama, masyarakat berduyun-duyun secara aktif terlibat dalam proses penyusunan, implementasi dan pengawasannya. Adagium bahwa “dengarkan rakyat ketika memutuskan rencana, maka anda akan memperoleh dukungan penuh mereka ketika melaksanakannya” menemukan wujudnya.

Makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan proses-proses partisipatif dalam penyusunan RPJMD(K) di tiga kabupaten termaksud dan mendiskripsikan serta menganalisis dampak proses perencanaan partisipatif tersebut dalam pelaksanaan pembangunan. Dampak yang akan didiskripsikan mencakup tingkat transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan pembangunan. Dampak lain yang lebih jauh, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, belum dapat didiskripsikan melalui makalah ini karena rentang waktunya masih terlalu pendek.

Kata Kunci: UU No. 25/2004, Proses partisipatif, visi dan misi daerah, Musrenbang RPJMK, konsultasi publik,

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunan daerah berkelanjutan [3].

Partisipasi masyarakat seperti diamanatkan dalam peraturan dan perundangan --sekedar menyebutkan sebagian-- seluruhnya mengamanatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui pelibatan penyelenggara negara dan masyarakat. Dengan demikian, ruang partisipasi seluruh pelaku pembangunan dijamin dan terbuka luas. Ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat dalam undang-undang tersebut yaitu: (1) Asas “kepentingan umum” yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; (2) Asas “keterbukaan” yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara; (3) Asas “akuntabilitas” yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, partisipasi masyarakat penting dalam sistem pemerintahan daerah. Partisipasi masyarakat berguna untuk: (1) Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; (2) Menciptakan rasa memiliki pemerintahan; (3) Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum; (4) Mendapatkan aspirasi masyarakat dan; (5) Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan mobilisasi dana.

Di samping itu, dalam UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh, Pasal 141 ayat 3 disebutkan bahwa “masyarakat berhak terlibat untuk memberikan masukan secara lisan maupun tertulis tentang penyusunan perencanaan pembangunan Aceh dan kabupaten/kota melalui penjaringan aspirasi dari bawah”.

Dalam peraturan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process [4]. Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan masyarakat dan para stakeholder serta pihak legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya.

RPJMD(K)[5] atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. Sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD(K), dan tentunya partisipasi masyarakat menjadi mutlak dalam proses pemantauan, evaluasi, dan review berkala atas implementasinya.

Karena dokumen RPJMD(K) sangat terkait dengan visi dan misi Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD(K) akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya.

Merujuk pada Proses Partispasi tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan kunci terkait dengan proses Partisipasi Masyarakat tersebut. Bagaimana keterkaitan antara Peraturan dan Perundangan yang ada dengan proses pelaksanaan di daerah. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah[6]: (1) Apakah dengan dilakukannya pendekatan partisipatif suatu program atau proyek dapat lebih berkelanjutan? (2) Apakah dengan dihasilkannya pendekatan partisipatif maka program atau proyek akan memberikan hasil yang lebih baik? (3) Apakah waktu, energi, dan biaya yang dicurahkan untuk pelaksanaan pendekatan partisipatif ini memberikan hasil yang sepadan bagi pembangunan jangka panjang? (4) Apakah pendekatan partisipatif ini juga membawa perubahan perilaku segenap stakeholder pembangunan ke arah yang lebih positif? (5) Atau di lain pihak apakah ada dampak negatif yang ditimbulkan oleh pendekatan partisipatif ini? (6) Apa yang membuat pendekatan partisipatif ini lebih baik daripada pendekatan lainnya?

Untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya, proses penyusunan dokumen RPJMD(K) perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan RPJMD(K) melalui proses yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.

1.2. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Nagan Raya yang terletak di pesisir barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupater tersebut merupkan hasil pemekaran dari Kabupaten induk yaitu Kabupaten Aceh Barat, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002[7] tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Menyandang status Kabupaten Pemekaran (Aceh Jaya dan Nagan Raya), kondisi umum Kabupaten pemekaran tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan Kabupaten Induk (Aceh Barat). Baik dari kelayakan infrastruktur maupun juga ketersediaan SDM perangkat daerah yang akan mengelola Kabupaten tersebut. Kondisi ini diperparah lagi dengan terjadinya bencana Gempa Bumi dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang memporak-porandakan perumahan dan permukiman dengan segala prasarana dan sarana serta infrastruktur pendukungnya di sepanjang pesisir barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih dari itu, hal yang paling menyedihkan adalah, bencana tersebut juga menghancurkan tatanan sosial dan kemasyarakatan serta aspek budayanya dengan banyaknya jumlah korban jiwa yang mencapai ± 200.000 jiwa manusia. Sehingga baik struktur formal maupun informal menjadi timpang dan tidak berfungsi dengan baik disebabkan kosongnya peran tersebut dikarenakan meninggalnya pejabat dan juga orang yang mengisi posisi tersebut.

Paska dilaksanakannya pemilihan langsung kepala daerah serentak pada tanggal 11 Desember 2006 di seantero penjuru Nanggroe Aceh Darussalam untuk memilih gubernur/wakil gubernur Provinsi NAD, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota serta dilantiknya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih di 19 kabupaten/kota. Maka, berdasarkan Peraturan dan Perundangan yang berlaku, tugas pertama dan utama yang harus dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih adalah menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dokumen RPJMD ini merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Kepala dan Wakil Kepala Daerah terpilih kedalam Rencana Pembangunan 5 (lima) tahun kedepan yang kemudian diterjemahkan secara strategis, sistematis, dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program prioritas serta tolok ukur kinerja pencapaiannya.

Proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJMK) di tiga Kabupaten di Pesisir Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tersebut menjadi satu bahan pembelajaran bersama dalam melihat proses partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah. Hal ini mengingat sejarah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama ± 30 tahun dilanda konflik yang berkepanjangan yang menyebabkan proses partisipasi masyarakat sangat minim dan relatif kecil dalam mewujudkan keberlanjutan pembangunan daerah, walaupun ada masih sangat bersifat formalitas belaka dan bersifat top-down mengingat status DOM (Daerah Operasi Militer) sewaktu konflik melanda Aceh.

2. SISTEM DAN MEKANISME PENYUSUNAN DOKUMEN RPJMD(K)

2.1. LANDASAN HUKUM

Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dokumen perencanaan daerah di era-reformasi dan desentralisasi ini diamanatkan kuat dalam peraturan dan kebijakan yang ada. Baik dari proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk rencana program dan kegiatan pembangunan 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD(K)) untuk 5 tahunan, dan juga Rencana Kerja Pemerintah Daerah untuk program dan kegiatan tahunan.

Ada 13 (tiga belas) –sekedar menyebutkan sebagian-- landasan hukum utama yang mengatur sistem, mekanisme, proses, dan prosedur tentang RPJMD(K) khususnya dan perencanaan dan penganggaran daerah pada umumnya di era desentralisasi ini, yaitu:

1. Undang-Undang No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)

2. Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara

3. Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

4. Undang-Undang No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

5. Undang-Undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh

6. Peraturan Pemerintah No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

7. Peraturan Pemerintah No 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

8. Peraturan Pemerintah No 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal

10. SE Menteri Dalam Negeri No 050/2020/SJ Tahun 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah Kabupaten/Kota

11. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 (telah direvisi menjadi Permendagri No 59/2007) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri no. : 050-188/kep/bangda/2007, Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD)

2.2. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN DOKUMEN RPJMD(K)

Sejalan dengan Undang-Undang 25/2004 maka penyusunan RPJMD perlu memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Strategis (2) Demokratis dan Partisipatif; (3) Politi; (4) Perencanaan Bottom- Up, dan; (5) Perencanaan Top- Down

Strategis

Dokumen RPJMD pada dasarnya merupakan hasil suatu proses pemikiran strategis. Kualitas dokumen RPJMD sangat ditentukan oleh seberapa jauh RPJMD dapat mengemukakan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut. Perencanaan strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan ke mana daerah akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam lima tahun mendatang; bagaimana mencapainya; dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.

Demokratis dan Partisipatif

Ini bermakna bahwa proses penyusunan RPJMD perlu dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat (stakeholder) dalam pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan. Diantaranya adalah: (1) Ada identifikasi stakeholder yang relevan untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perencanaan; (2) Ada kesetaraan antara government dan non government stakeholder dalam pengambilan keputusan; (3) Ada transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan; (4) Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal; (5) Ada sense of ownership masyarakat terhadap RPJMD; (6) Ada pelibatan dari media; (7) Ada konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan seperti perumusan prioritas issues dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, dan prioritas program

Politis, Ini bermakna bahwa penyusunan RPJMD melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Daerah Terpilih dan DPRD. Diantaranya adalah: (1) Ada konsultasi dengan KDH Terpilih untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah; (2) Ada keterlibatan DPRD dalam proses penyusunan RPJMD; (3) Ada pokok-pokok pikiran DPRD dalam proses penyusunan RPJMD; (4) Ada naskah akademis untuk mendukung proses pengesahan RPJMD; (5) Ada review dan evaluasi dari DPRD terhadap rancangan RPJMD; (6) Ada review, saran dan masukan Gubernur Provinsi berkaitan terhadap rancangan RPJMD; (7) Ada pembahasan terhadap Ranperda RPJMD; (7) Ada pengesahan RPMJD sebagai Peraturan Daerah yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam lima tahun ke depan.

Bottom-up, Ini bermakna bahwa proses penyusunan RPJMD perlu memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, hal ini bisa dilihat dengan: (1) Ada penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program Kepala Daerah Terpilih; (2) Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah; (3) Memperhatikan hasil proses penyusunan Renstra SKPD

Top down, Ini bermakna bahwa proses penyusunan RPJMD perlu bersinergi dengan rencana strategis di atasnya dan komitmen pemerintahan atasan berkaitan dengan: (1) Ada sinergi dengan RPJP dan RPJM Nasional; (2) Ada sinergi dan konsistensi dengan RPJPD; (3) Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRWD; (4) Ada sinergi dan komitmen Pemerintah terhadap tujuan-tujuan pembangunan global seperti Millenium Development Goals, Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia, pemenuhan air bersih dan sanitasi, dsb.

2.3. ALUR PENYUSUNAN DOKUMEN RPJMD(K)

Untuk melihat lebih jelas alur proses penyusunan dokumen RPJMD(K) baik dari proses Teknokratis/Strategis, Proses Partisipatif, dan juga Proses Politis, maka dapat dilihat pada bagan 1 dibawah.


Bagan 1.

Bagan Alir Proses Penyusunan RPJMD(K)

Sumber: Buku Panduan Penyusunan RPJMD LGSP-USAID


Bagan 1 Memperlihatkan alur proses penyusunan RPJMD yang dikembangkan oleh LGSP-USAID, yang mengikuti ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku tentang perencanaan daerah.

Ada 3 (tiga) alur spesifik yang digambarkan di sini yaitu alur proses teknokratis-strategis, alur proses partisipatif, dan alur proses legislasi dan politik. Ketiga alur proses tersebut menghendaki pendekatan yang berbeda, namun saling berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan RPJMD yang terpadu.

Alur Proses Strategis, Alur ini merupakan alur teknis perencanaan, yang merupakan dominasi para perencana daerah dan pakar perencanaan daerah. Alur ini ditujukan menghasilkan informasi, analisis, proyeksi, alternatif-alternatif tujuan, strategi, kebijakan, dan program sesuai kaidah teknis perencanaan yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi alur proses partisipatif.

Alur Proses Partisipatif, Alur ini merupakan alur bagi keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan daerah. Alur ini merupakan serangkaian public participatory atau participatory planning events untuk menghasilkan konsensus dan kesepakatan atas tahap-tahap penting pengambilan keputusan perencanaan. Alur ini merupakan wahana bagi non government stakeholder seperti NGO, CSO, CBO untuk memberikan kontribusi yang efektif pada setiap public participatory events, kemudian mereview dan mengevaluasi hasil-hasil proses strategis.

Alur Legislasi dan Politik, merupakan alur proses konsultasi dengan legislatif (DPRD) untuk menghasilkan Perda RPJMD. Pada alur ini diharapkan DPRD dapat memberikan kontribusi pemikirannya, review, dan evaluasi atas hasil-hasil baik proses strategis maupun proses partisipatif.

3. PROSES PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN RPJMK 2007-2012 DI KABUPATEN ACEH JAYA, ACEH BARAT, DAN NAGAN RAYA, NAD.

Proses Partisipasi Masyarakat dalam proses penyusunan dokumen Perencanaan Pembangunan –dalam hal ini RPJMD(K)—begitu jelas diamanatkan dalam peraturan dan perundangan. Hal ini menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam proses penyusunan dokumen RPJMD(K) tersebut. Bentuk ideal yang diamanatkan dalam peraturan dan perundangan tidak semuanya dapat dilakukan sama dan sesuai dengan peraturan dan perundangan tersebut dikarenakan kondisi aktual dari setiap daerah yang berbeda-beda. Seringkali daerah melakukan modifikasi-modifikasi dan penyesuaian dengan kondisi aktual daerah. Tentunya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah diatur.

Melihat kondisi dan sejarah Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya dan Nagan Raya yang merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Maka kita akan melihat kondisi yang tidak bisa disamakan dengan kondisi di Kabupaten/Kota lainnya di Indonesia. Hal ini mengingat sejarah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama ± 30 tahun dilanda konflik yang berkepanjangan yang menyebabkan proses partisipasi masyarakat sangat minim dan relatif kecil dalam mewujudkan keberlanjutan pembangunan daerah, walaupun ada masih sangat bersifat formalitas belaka dan bersifat top-down mengingat status DOM (Daerah Operasi Militer) sewaktu konflik melanda Aceh.

Kondisi ini diperparah lagi dengan terjadinya bencana Gempa Bumi dan Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang memporak-porandakan perumahan dan permukiman dengan segala prasarana dan sarana serta infrastruktur pendukungnya di sepanjang pesisir barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih dari itu, hal yang paling menyedihkan adalah, bencana tersebut juga menghancurkan tatanan sosial dan kemasyarakatan serta aspek budayanya dengan banyaknya jumlah korban jiwa yang mencapai ± 200.000 jiwa manusia. Sehingga baik struktur formal maupun informal pemerintahan daerah menjadi timpang dan tidak berfungsi dengan baik disebabkan kosongnya peran tersebut dikarenakan meninggalnya pejabat dan juga orang yang mengisi posisi tersebut.

Namun, dengan segala keterbatasan tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya dan Nagan Raya terus berusaha untuk meningkatkan Proses Partisipasi Masyarakat dalam upaya manjaga keberlanjutan Pembangunan di Daerahnya masing-masing. Hal ini (salah satunya) dapat dilihat dari proses penyusunan dokumen RPJMD(K) di masing-masing daerah.

Proses penyusunan RPJMK di tiga kabupaten tersebut melibatkan secara intensif dan ekstensif masyarakat dan berbagai pihak lain di masing-masing wilayah. Proses partisipatif yang diamanatkan berjalan dengan cukup baik di tiga Kabupaten tersebut. Identifikasi stakeholders, jaring aspirasi isu dan harapan masyarakat, dan FGD (Focus Group Discussion) untuk setiap topik pembahasan agenda pembangunan serta Musrenbang RPJMK dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan lainnya. Dan juga tidak lupa melaksanaan Konsultasi Publik untuk Rancangan Akhir RPJMK sebelum disyahkan dalam bentuk Peraturan Bupati tentang RPJMK.

Proses Partisipasi Masyarakat disetiap Kabupaten memiliki pendekatan dan ciri khas masing-masing, baik dari segi komitmen dan keterlibatan Bupati dan Wakil Bupati terpilih, SKPD, NGO/INGO dan modifikasi dari teknis pelaksanaan pelibatan dan/atau partisipatisi masyarakat. Modifikasi dilakukan dengan melihat kondisi aktual masing-masing daerah, baik dari kondisi geografi, tingkat aksessibilitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan dokumen RPJMD(K) dan juga ketersedian dana untuk menunjang pelaksanaan proses tersebut.

Proses Partisipasi Masyarakat dalam proses penyusunan dokumen tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahap sesuai dengan peraturan dan perundangan yang ada dengan modifikasi-modifikasi proses yang dilakukan oleh daerah. Tahapan dan proses tersebut adalah: (1) Proses identifikasi Stakeholders; (2) Proses Penentuan Stakeholders; (3) Proses Sosialisasi Penyusunan RPJMD; (4) Proses Jaring Aspirasi isu dan harapan masyarakat; (5) Proses Perumusan Metoda dan panduan jaring aspirasi, FGD, Forum-SKPD musrenbang dan forum konsultasi; (6) Proses Pembahasan Ranwal RPJMD bersama dengan SKPD; (7) Proses Musrenbang RPJMD, dan (8) Proses Konsultasi Publik RPJMD(K).

Hal yang menarik yang kita lihat dalam proses ini adalah, ini merupakan kontrak politik antara Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dengan masyarakat dalam upaya menjabarkan Visi dan Misi yang telah mereka sampaikan dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Merasa bahwa rencana pembangunan kabupaten adalah rencana milik bersama, masyarakat berduyun-duyun secara aktif terlibat dalam proses penyusunan tersebut.

Lebih dari itu, terjadi peningkatan peran masyarakat dalam implementasi dan pengawasan dari Program dan Kegiatan tahunan daerah –dalam hal ini APBD tahun 2007 dan 2008--. Setiap proyek baik berasal dari APBK, dan APBA semua laporan progres, penarikan dana, dan juga laporan akhir harus di ketahui dan disetujui oleh para Geuchik[8] dan juga Imum Mukim[9]. Adagium bahwa “dengarkan rakyat ketika memutuskan rencana, maka anda akan memperoleh dukungan penuh mereka ketika melaksanakannya” menemukan wujudnya.

Untuk lebih jelasnya, proses Partispasi Masyarakat dalam proses penyusunan Dokumen RPJMD(K) dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah. Secara umum tahapan proses partisipatif dalam penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya adalah sama, namum terdapat beberapa modifikasi dalam pendekatan proses partisipatif tersebut, untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam tabel dibawah ini.


Tabel 1.

Proses partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyusunan Dokumen RPJMD(K) tahun 2007 – 2012 di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya

Sumber: Pengamatan Proses Lapangan

No

Tahapan Proses Partisipatif dalam Penyusunan RPJMD(K) berdasarkan Peraturan dan Perundangan

Pelaksanaan Proses Partispatif dalam Penyusunan RPJMK

Partisipasi Masyarakat, CSO, CBO, dan NGO/INGO dalam proses pelaksanaan penyusunan

Perbandingan Proses dari ketiga Daerah tsb

Aceh Jaya

Aceh Barat

Nagan Raya

1

Identifikasi Stakeholders

Melakukan FGD Untuk mengidentifikasi organisasi masyarakat sipil yang memiliki legitimasi, kepedulian (interests) dan kompetensi (keahlian atau sumber daya dan dana) dalam isu pembangunan daerah. Dengan tujuan untuk: (1) memastikan partisipasi semua stakeholder yang relevan dengan fungsi-fungsi pemerintahan daerah; (2) mengoptimalkan peranan dan kontribusi masing-masing stakeholder

Keterlibatan bersifat terbatas, diwakili oleh para tokoh-tokoh masyarakat saja (geuchik, mukim, kecamatan dll) dan beberapa dari CSO, NGO/INGO

Relatif sama baik proses maupun hasil yang dicapai.

2

Penentuan Stakeholders

Tim Penyusun yang telah ditetapkan dalam SK-Bupati melakukan rapat untuk mengidentifikasi organisasi masyarakat sipil yang memiliki keterkaitan (relevansi), kapasitas, kompetensi, dan kredibilitas dalam pembahasan isu pembangunan daerah jangka menengah. Ini ditujukan untuk: (1) memastikan partisipasi semua stakeholder yang relevan; (2) mengoptimalkan peranan dan kontribusi masing-masing stakeholder.

Keterlibatan bersifat terbatas, hanya diwakili oleh perwakilan dari tokoh-tokoh masyarakat saja (geuchik, mukim, kecamatan dll) dan beberapa dari CSO, NGO/INGO

Aceh Jaya:

Stakeholder terkait yang terlibat cukup banyak.

Aceh Barat:

Stakeholder terkait yang terlibat cukup banyak.

Nagan Raya:

Stakeholder terkait yang terlibat tidak sebanyak di Aceh Barat dan Aceh Jaya. dikarenakan tidak banyaknya NGO/INGO yg bekerja di Nagan Raya.

3

Sosialisasi Penyusunan RPJMD

Tim Penyusun melakukan sosialisasi dengan menyebarkan surat pemberitahuan kepada seluruh stakeholder terkait dengan tujuan: (1) menyediakan informasi awal bagi seluruh pemangku kepentingan daerah tentang rencana daerah untuk menyusun RPJMD; (2) mensosialisasikan proses, prosedur, dan mekanisme penyusunan RPJMD; (3) menyampaikan isu dan perspektif yang terkait dengan penyusunan RPJMD; (4) mendapatkan partisipasi seluruh stakeholder yang relevan; menyepakati jumlah dan jadwal konsultasi publik/FGD yang akan dilakukan.

Aceh Jaya:

1. Terlibat dalam proses sosialisasi dengan memberikan input untuk kepada tim penyusun tentang isu dan perspektif yang terkait dengan penyusunan RPJMD

Aceh Jaya:

1. Mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh stakeholder terkait, masyarakat (representasi), dll yang berisi informasi tentang proses, schedule, visi dan misi Kepala Daerah Terpilih.

Aceh Barat:

1. Mengirimkan surat pemberitahuan

2. Melakukan Pemberitahuan melalui Radio

Nagan Raya:

1. Mengirimkan surat pemberitahuan

4

Jaring Aspirasi isu dan harapan masyarakat

Mengartikulasikan visi, misi dan agenda Kepala Daerah Terpilih dan menghimpun isu yang dihadapi dan harapan seluruh stakeholder terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah jangka menengah. Ini ditujukan untuk mendapatkan informasi terkini atas berbagai issue yang dihadapi dan harapan seluruh masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah jangka menengah

Terlibat aktif dalam proses Jaring Asiprasi isu dan harapan masyarakat. Memberikan tanggapan dan masukan kepada Tim Penyusun, SKPD dan juga pihak terlibat lainnya.

Memberikan masukan terkait isu pembangunan didaerah masing-masing dan juga segala kekurangan dan permasalahan yang dihadapi selama ini.

Terdapat perbedaan dan modifikasi dalam teknis pelaksanaan Jaring Aspirasi isu dan harapan masyarakat. Tetapi tetap tidak mengurangi nilai dan prinsip dari proses Jaring Aspirasi tersebut.

Aceh Barat:

Bupati dan Wakil Bupati terpilih melakukan roadshow ke setiap kecamatan.

Aceh Jaya:

Bupati dan wakil bupati terpilih melakukan roadshow serap aspirasi ke seluruh SKPD (Dinas, Badan dan Kantor)

Nagan Raya:

Mengumpulkan para stakeholders terkait ke dalam satu pertemuan besar (Kabupaten) untuk proses jaring Aspirasi.

Dilakukan dengan Road Show Bupati, Wakil Bupati serta seluruh SKPD ke setiap Kecamatan. Pembahasan berdasarkan SKPD.

Peserta: Stakeholder terkait dari SKPD tersebut, seperti Perwakilan Masyarakat dari setiap Gampong, UPTD, Tim Teknis, Imum Mukim, dan juga CSO, CBO , NGO/INGO, dll

Bupati dan Wakil Bupati melakukan Road Show ke setiap SKPD (Dinas, Badan dan Kantor). Pembahasan berdasarkan SKPD

Peserta: Stakeholder terkait dari SKPD tersebut, seperti Perwakilan Masyarakat dari setiap Gampong, UPTD, Tim Teknis, Imum Mukim, dan juga CSO, CBO , NGO/INGO, dll

Stakeholder terkait dikumpulkan di tingkat Kabupaten dan pembahasan berdasarkan Bidang-bidang yang ada di Bappeda (Fisik dan Prasaran, Ekonomi dan Litbang, dan Sosial Budaya) dan dikaitkan dengan draft agenda pembangunan yg telah disusun.

Peserta: Stakeholder terkait dari SKPD tersebut, Perwakilan Masyarakat dari setiap Gampong, UPTD, Tim Teknis, Imum Mukim, dan juga CSO, CBO , NGO/INGO, dll

5

Perumusan Metoda dan panduan jaring aspirasi, FGD, Forum-SKPD musrenbang dan forum konsultasi

Untuk memperoleh acuan teknis pelaksanaan jaring aspirasi, FGD, dan MUSRENBANG RPJMD sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah masing-masing. Ini mencakup:

1. Merumuskan metoda dan panduan jaring aspirasi masyarakat

2. Merumuskan metoda dan panduan FGD untuk pembahasan dan penyepakatan profil dan isu strategis daerah dan FGD pembahasan rancangan visi, misi, dan arah pembangunan

3. Merumuskan metoda dan panduan MUSRENBANG RPJMD

Keterlibatan masyarakat ataupun perwakilannya tidak terlampau besar dan signifikan, lebih banyak hanya pada mendengarkan dan memahami Metoda dan digunakan dan kesepakatan jadwal pelaksanaan.

Relatif sama antara ketiga daerah.

6

FGD untuk setiap topik

Secara umum melakukan beberapa pembahasan untuk setiap substansi Rancangan Awal RPJMD. Pembahasan tersebut terdiri dari:

· Profil daerah dan prediksi kondisi umum daerah 5 tahun yang akan datang

· Isu strategis dan strategi pembangunan daerah

· Analisis kemampuan keuangan daerah dan arah kebijakan keuangan daerah

· Kebijakan umum dan Program Prioritas Kepala Daerah

Keterlibatan Masyarakat hanya pada pembahasan Kebijakan umum Program Prioritas Kepala Daerah. Hal ini terkait dengan program dan kegiatan yang akan diusulkan dimasing-masing Gampong/desa dan Kemukiman.

Selain itu, proses ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk proses klarifikasi data yang ada (sebelum dan sesudah Tsunami) dengan keadaan nyata sekarang ini.

Mis; Daerah Pertanian (persawahan) yang sudah berubah fungsi, sehingga data luasan daerah persawahan berkurang atau bertambah, dll.

Terdapat perbedaan dalam teknis pelaksanaan FGD tersebut.

Aceh Barat:

Pembahasan berdasarkan Agenda Pembangunan yang merupakan turunan dari Visi dan Misi untuk mendapatkan Program Prioritas.

Aceh Jaya:

Pembahasan berdasarkan Program prioritas yang merupakan turunan dari Visi dan Misi.

Nagan Raya:

Pembahasan berdasarkan fokus pembangunan (Tonggak) Nagan Raya yang dijabarkan dari visi dan misi KDH terpilih

Aceh Barat:

Bappeda melakukan FGD berdasarkan agenda pembangunan dan prioritas pembangunan daerah dengan melibatkan stakeholder terkait dari masing-masing SKPD.

Aceh Jaya:

KDH terpilih dengan Bappeda melakukan FGD berdasarkan agenda pembangunan dan prioritas pembangunan di SKPD dengan melibatkan stakeholder dari SKPD tersebut. Mis: Dinas Pertanian mengundang Kelompok Tani, UPTD, Imum Mukim, Geuchik, INGO, NGO.

Nagan Raya:

Bappeda melakukan FGD berdasarkan Bidang di Bappeda dan prioritas pembangunan daerah dengan melibatkan stakeholder terkait dari masing-masing SKPD.

7

Pembahasan Ranwal RPJMD bersama dengan SKPD

Tim Perumus Bappeda melakukan pembahasan yang dilakukan menurut Bidang yang ada di Bappeda dengan melibatkan semua SKPD dibawah Bidang tersebut dan juga stakeholders terkait serta masyarakat.

Selain itu, melakukan pembahasan dengan Tim dari Bappenas terkait dengan substansi dokumen dan juga keterkaitan dengan RPJM Nasional

Tim Perumus Bappeda melakukan pembahasan yang dilakukan menurut Bidang yang ada di Bappeda dengan melibatkan semua SKPD dibawah Bidang tersebut dan juga stakeholders terkait serta masyarakat.

Tim Perumus Bappeda melakukan pembahasan yang dilakukan menurut Bidang yang ada di Bappeda dengan melibatkan semua SKPD dibawah Bidang tersebut dan juga stakeholders terkait serta masyarakat.

Terlibat dalam pembahasan atas Rancangan Awal RPJMD yang telah disusun oleh Tim Penyusun RPJMD guna memperoleh konfirmasi, klarifikasi, dan kesepakatan dengan SKPD. Kegiatan ini menghasilkan rumusan substansi Rancangan Awal RPJMD terkait Program dan Kegiatan Prioritas daerah yang disepakati bersama seluruh SKPD

8

Musrenbang RPJMD

Tim Penyusun (Bappeda) mengkoordinasikan kegiatan ini untuk membahas rancangan RPJM Daerah bersama para pemangku kepentingan pembangunan. Hasil Musrenbang dijadikan masukan bagi penyempurnaan rancangan RPJM Daerah.

Mencermati substansi bahasan, yang meliputi kondisi dan prediksi daerah serta isu-isu strategis daerah, analisis kemampuan keuangan daerah dan arah kebijakan keuangan daerah, strategi dan kebijakan umum pembangunan daerah, serta program prioritas daerah dikaitkan dengan hasil jaring aspirasi masyarakat

Relatif sama antara ketiga daerah










4. KESIMPULAN

Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan pembangunan daerah menjadi teramat penting dalam upaya meningkatkan “sense of ownership” dari dokumen tersebut. Hal ini bertujuan agar dokumen perencanaan yang dihasilkan tidak hanya menjadi sebuah tumpukan buku belaka yang tidak memiliki makna dan menghiasi lemari ruang kerja Pemerintah Daerah. Lebih dari itu, dokumen tersebut seharusnya menjadi panduan dan pedoman dalam rangka mewujudkan pembangunan didaerah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Dan juga mewujudkan prinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance).

Hal yang menarik yang kita lihat dalam proses ini adalah, ini merupakan kontrak politik antara Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dengan masyarakat dalam upaya menjabarkan Visi dan Misi yang telah mereka sampaikan dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Merasa bahwa rencana pembangunan kabupaten adalah rencana milik bersama, masyarakat berduyun-duyun secara aktif terlibat dalam proses penyusunan tersebut.

Lebih dari itu, terjadi peningkatan peran masyarakat dalam implementasi dan pengawasan dari Program dan Kegiatan tahunan daerah –dalam hal ini APBD tahun 2007 dan 2008--. Setiap proyek baik berasal dari APBK, dan APBA semua laporan progres, penarikan dana, dan juga laporan akhir harus di ketahui dan disetujui oleh para Geuchik[10] dan juga Imum Mukim[11]. Adagium bahwa “dengarkan rakyat ketika memutuskan rencana, maka anda akan memperoleh dukungan penuh mereka ketika melaksanakannya” menemukan wujudnya.

Harapan kedepan adalah dengan konsistensi pelaksanaan dari Dokumen RPJMD(K) tersebut dan juga pelibatan aktif dari Masyarakat dalam menjaga proses pelaksanaan dan pengawasannya, program dan kegiatan yang ada dapat berjalan lancar dan memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat dari komitmen pemerintah daerah Aceh Barat, Aceh Jaya dan Nagan Raya yang akan mempublikasikan APBD tahun 2008 (tahun 2007 telah dipublikasikan) kepada masyarakat melalui Poster dan juga selebaran yang berisi proyek-proyek yang akan dilakukan di tahun 2008. Sehingga proses Pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dan hasilnya dapat berjalan lebih baik dengan pelibatan aktif dari masyarakat.

Selain itu, hal menarik lainnya adalah tingkat h. Sehingga proses kolaborasi antara masyarakat, CSO dan juga pemerintah daerah dalam menjalankan program dan kegiatan pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik. Lebih dari itu, tujuan dari pembangunan itu sendiri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dapat terwujud dengan pasti setahap demi setahap.

Bibliography

1. Undang-Undang No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)

2. Undang-Undang No 17/2003 tentang Keuangan Negara

3. Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

4. Undang-Undang No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

5. Undang-Undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh

6. Peraturan Pemerintah No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

7. Peraturan Pemerintah No 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

8. Peraturan Pemerintah No 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

10. SE Menteri Dalam Negeri No 050/2020/SJ Tahun 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah Kabupaten/Kota.

11. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007.

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 (telah direvisi menjadi Permendagri No 59/2007) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri No : 050-188/kep/bangda/2007, Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD).

14. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJMK) Aceh Barat 2007-2012.

15. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJMK) Aceh Jaya 2007-2012.

16. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJMK) Nagan Raya 2007-2012.

17. Buku Panduan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Dokumen Perencanaan Daerah (RPJMD), LGSP-USAID, 2007.



[1] Chandra, Jony, ST. Planning Specialist LGSP-USAID WestCoast-Aceh Regional Office, turut terlibat dalam memfailitasi proses penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya 2007-2012.

[2] LGSP-USAID adalah Program Dukungan bagi Tata Pemerintahan Daerah yang didanai oleh USAID adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat yang ditujukan bagi pemerintah daerah mitra untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam: (1) merencanakan dan mengelola pelayanan umum dan keuangan daerah. (2) transparansi dan akuntabilitas proses legislatif dan administrasi. (3) menjawab prioritas masyarakat. (4) memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan daerah. (5) bekerjasama dengan penyedia jasa lokal (service provider) dalam penyediaan pelayanan.

.

[3] Sumber: Buku Panduan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Dokumen Perencanaan Daerah (RPJMD), LGSP-USAID, 2007.

[4] Sumber: Buku Panduan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Dokumen Perencanaan Daerah (RPJMD), LGSP-USAID, 2007.

[5] RPJMD(K) adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Kabupaten), istilah RPJMD merujuk kepada UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, sedangkan istilah RPJMK merujuk kepada UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.

[6] Sumber: ToR Seminar Nasional “Keberlanjutan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan” Jogjakarta 25-26 Juli 2008,

[7] Sumber: Dokumen RPJMK Nagan Raya 2007-20012, Bab II. Gambaran Umum Kondisi Daerah, II.1 Kondisi Geografis, hal, 4.

[8] Geuchik adalah Pejabat pemerintahan terendah dalam struktur pemerintahan daerah di NAD, posisinya sama dengan Kelurahan atau Desa di daerah lain.

[9] Imum Mukim adalah Pejabat informal dalam struktur pemerintahan adat di NAD, Mukim biasanya terdiri dari 3-4 atau lebih Gampong.

[10] Geuchik adalah Pejabat pemerintahan terendah dalam struktur pemerintahan daerah di NAD, posisinya sama dengan Kelurahan atau Desa di daerah lain.

[11] Imum Mukim adalah Pejabat informal dalam struktur pemerintahan adat di NAD, Mukim biasanya terdiri dari 3-4 atau lebih Gampong.